Tahap pengembangan desa wisata

Dalam beberapa tahun terakhir ini, kita sering melihat banyak daerah yang ingin mengembangkan desa wisata. Bahkan, beberapa daerah telah menjadikan jumlah pertumbuhan desa wisata menjadi target keberhasilan pembangunan daerah.

Tidak dapat dipungkiri, semua pihak, baik dari pemerintah, sektor swasta, maupun masyarakat lokal terinspirasi untuk mengembangkan desa wisata sebagai upaya meningkatkan ekonomi lokal. Tren ini didorong oleh kesuksesan desa wisata yang telah ada sebelumnya dan harapan akan manfaat serupa bagi desa-desa lainnya.

Jika dilihat dari sisi dukungan kebijakan, pemerintah Indonesia telah menunjukkan komitmennya dengan memberikan dukungan yang cukup serius dalam pengembangan desa wisata. Misalnya saja, program Anugerah Desa Wisata Indonesia (ADWI) yang diselenggarakan oleh Kementerian Pariwisata dan Ekonomi Kreatif. Ada juga, event dan kompetisi Desa Wisata Nusantara yang diinisiasi oleh Kementerian Desa. Belum lagi di tingkal provinsi, kabupaten/kota. Pengembangan dan pembinaan desa wisata menjadi program prioritas dalam setiap penentuan alokasi anggaran.

Tren ini membuat banyak pihak pemerintah desa ataupun sektor swasta berkonsultasi pada kami, bagaimana cara mengembangkan desa wisata?

Sebelum kami membahas lebih lanjut mengenai proses dan tahap pengembangan desa wisata, kami akan menjelaskan terlebih dulu mengenai ‘apa itu desa wisata?’.

Pengertian desa wisata

Menurut Wiendu Nuryanti (1993:2), desa wisata merupakan suatu bentuk integrasi antara atraksi, akomodasi, dan fasilitas pendukung yang disajikan dalam suatu struktur kehidupan masyarakat yang menyatu dengan tata cara dan tradisi yang berlaku.

Sementara Inskeep (1991), menjelaskan bahwa desa wisata adalah bentuk pariwisata di mana sekelompok kecil wisatawan tinggal di dalam atau di dekat kehidupan tradisional atau di desa-desa terpencil dan mempelajari kehidupan desa dan lingkungan setempat.

Dari dua penjelasan di atas, desa wisata dapat dimaknai sebagai konsep pengembangan pariwisata yang bertujuan untuk meningkatkan potensi ekonomi, sosial, dan budaya dari sebuah desa atau kawasan perdesaan. Namun, perlu menjadi catatan bersama. Desa wisata dikembangkan bukan hanya sebagai tujuan dan sarana rekreasi semata sehingga memberi manfaat pada peningkatan ekonomi. Melainkan sebagai ruang untuk mengedukasi wisatawan dalam bentuk mempelajari kehidupan masyarakat/lingkungan setempat, melestarikan aset lingkungan untuk generasi mendatang, serta upaya untuk memberikan penghargaan terhadap budaya yang ada di desa.

Tahap pengembangan desa wisata
Atraksi kesenian Bantengan di Desa Wringianom, Kabupaten Malang sebagai daya tarik wisata. (Dokumentasi: Istimewa, 2023).

Proses merintis dan tahapan pengembangan desa wisata

Sepanjang pengalaman kami dalam mengembangkan desa wisata di beberapa daerah, terdapat beberapa tahapan yang perlu dilalui sebelum nama desa wisata dipromosikan.

1. Tahap menemukenali dan identifikasi potensi

Tahap awal dalam merintis pengembangan desa wisata adalah melakukan identifikasi potensi yang dimiliki oleh desa tersebut. Potensi desa yang dimaksud dapat meliputi keindahan alam, kekayaan budaya, warisan sejarah, kerajinan lokal, tradisi, kuliner khas, dan sebagainya.

Proses menemukenali dan identifikasi potensi dapat dilakukan dengan menggunakan metode pemetaan partisipatif atau dikenal dengan nama PRA (Participatory Rural Appraisal). Pendekatan ini menempatkan masyarakat sebagai mitra aktif dalam proses pengumpulan informasi, perencanaan, dan pengambilan keputusan terkait pembangunan di lingkungan perdesaan.

Baca juga: Panduan Praktis Metode PRA untuk Pemberdayaan Komunitas dalam Pengembangan Desa Wisata

2. Tahap pengorganisasian dan pembentukan tim

Pengembangan desa wisata membutuhkan kolaborasi antara pemerintah desa, masyarakat lokal, pelaku usaha, dan kelompok masyarakat lainnya. Pembentukan tim yang terdiri dari berbagai stakeholder ini menjadi penting untuk memastikan semua pihak terlibat dalam proses pengembangan desa wisata.

Pengorganisasian kelembagaan dapat dimulai dengan pembentukan Pokdarwis (Kelompok Sadar Wisata), yang selanjutnya dapat disahkan melalui surat keterangan kepala desa. Dalam proses pembentukannya, masyarakat dan pendamping perlu mencari sosok local champion. Sosok yang dipilih tidak harus memiliki rekam jejak kepemimpinan. Hal yang terpenting adalah komitmen, kemauan, dan keluangan dalam menempatkan pengembangan desa wisata menjadi bagian dari perjalanan hidupnya.

3. Tahap penyusunan rencana pengembangan

Setelah terbentuk Pokdarwis, masyarakat dapat menyusun rencana pengembangan desa wisata. Umumnya, proses ini membutuhkan pendampingan dari praktisi ataupun ahli yang berpengalaman dalam bidang pengembangan desa wisata. Rencana pengembangan dapat dimulai dari konsep yang sederhana seperti Rencana Tindak Lanjut (RTL) untuk periode waktu jangka pendek.

Penyusunan RTL biasanya memuat beberapa skala prioritas yang disesuaikan dengan kebutuhan masyarakat. Misalnya saja, mempercantik potensi wisata, sosialisasi sadar wisata di lingkungan masyarakat, audiensi dengan dinas pariwisata, dan program lainnya.

4. Tahap pengemasan atraksi dan pembuatan paket wisata

Jika di kawasan tersebut memiliki potensi berupa objek wisata yang dapat dijadikan magnet, tentu tidak sulit untuk mendatangkan wisatawan. Namun, bagaimana jika di kawasan desa tersebut hanya memiliki potensi yang belum dikenal dan menjadi objek wisata?

Di tengah hiruk-pikuk kehidupan perkotaan yang serba modern, desa wisata menjadi oase yang menawarkan kedamaian, keasrian alam, dan kehangatan masyarakat lokal. Lanskap perdesaan yang masih asri menjadi modal dalam pengembangan desa wisata tanpa harus memolesnya dengan infrastruktur mewah. Potensi lanskap perdesaan dengan kearifan lokal yang makin sulit ditemui di perkotaan inilah yang memungkinkan untuk dikemas menjadi atraksi dan paket wisata.

Perlu menjadi refleksi bersama, bahwa pengembangan desa wisata jangan diarahkan untuk merubah wajah desa sehingga kehilangan karakternya. Dalam mengembangkan desa wisata, perlu dipertimbangkan juga bagaimana cara memanfaatkan potensi tanpa merusak keunikan dan keasliannya. Untuk itu, pengembangan daya tarik wisata dapat dilakukan dengan memperhatikan tata ruang dan arsitektur tradisional desa, serta menjaga keseimbangan ekosistem alam.

Tahap pengembangan desa wisata
Pengemasan atraksi budaya yang dilakukan oleh Insan Wisata di Dusun Kwagon, Desa Margodadi, Kabupaten Sleman. Atraksi ini mengenalkan pertunjukan wayang kulit untuk anak-anak sekaligus belajar menjadi dalang cilik. (Dokumentasi: Istimewa, 2023)

5. Tahap pemberdayaan masyarakat lokal

Kunci keberlanjutan pengembangan desa wisata salah satunya terletak pada partisipasi dan pemberdayaan masyarakat lokal. Melalui keterlibatan masyarakat dalam proses pengambilan keputusan dan implementasi proyek, akan tercipta rasa memiliki yang kuat dan kesadaran akan pentingnya pelestarian warisan budaya dan alam mereka.

Pemberdayaan masyarakat lokal dapat dimulai dari kerja sama dengan pelaku UMKM, pembuat kerajinan lokal, pengembangan homestay, penyediaan kuliner, jasa layanan pemandu, dan sebagainya. Dari langkah kecil inilah, manfaat ekonomi dari pengembangan desa wisata dapat dirasakan secara merata oleh seluruh elemen masyarakat.

Baca juga: Praktik Pariwisata Berbasis Masyarakat

6. Tahap kolaborasi dan kemitraan dengan pemerintah desa

Tahapan ini melibatkan koordinasi yang kuat antara kedua belah pihak (baik itu Pokdarwis maupun pemerintah desa) untuk mencapai tujuan bersama. Koordinasi dan kemitraan ini memungkinkan pemerintah desa untuk memberikan dukungan dalam hal penyediaan infrastruktur dasar, seperti akses jalan, listrik, dan air bersih yang diperlukan untuk mendukung pengembangan desa wisata.

Dalam beberapa kasus hasil pendampingan yang kami lakukan, kemitraan dengan pemerintah desa dapat menghasilkan kebijakan yang sangat menguntungkan untuk Pokdarwis. Pertama, pemerintah desa dapat menerbitkan peraturan desa (Perdes) untuk pengembangan dan pengelolaan desa wisata. Kedua, pemerintah desa dapat memasukkan program pengembangan desa wisata ke dalam Rencana Pembangunan Jangka Menengah (RPJM) Desa. Ketiga, dukungan dalam bentuk program pelatihan, pembinaan, pendampingan yang melibatkan pihak profesional.

Baca juga: Tantangan Pengembangan Desa Wisata di Indonesia

7. Tahap pelatihan peningkatan keterampilan SDM

Dalam konteks desa wisata, pelatihan keterampilan SDM dapat dilakukan melalui berbagai program, seperti pelatihan, pendampingan, pembinaan, dan sertifikasi. Pelatihan ini bertujuan untuk meningkatkan kompetensi serta pengetahuan masyarakat lokal dalam mengelola dan mengembangkan desa wisata.

Umumnya, terdapat beberapa topik pelatihan yang dibutuhkan oleh masyarakat, seperti pelayanan prima, manajemen homestay, teknik kepemanduan, dan lainnya. Kebutuhan dari pelatihan dan pendampingan dapat diusulkan langsung oleh Pokdarwis dan ditujukan kepada Dinas Pariwisata setempat, perguruan tinggi, ataupun pihak swasta melalui dana CSR atau tanggung jawab sosial perusahaan.

8. Tahap uji coba produk dan paket wisata

Setelah keseluruhan potensi dikemas menjadi atraksi dan paket wisata, tahap pengembangan desa wisata selanjutnya adalah melakukan uji coba produk dan paket wisata. Tahap ini memungkinkan pemerintah desa, Pokdarwis, dan masyarakat untuk mengevaluasi potensi daya tarik wisata dan kesesuaian paket wisata dengan minat ataupun kebutuhan wisatawan.

Selama tahap uji coba, masyarakat dapat mengundang pihak luar, seperti dinas pariwisata setempat, duta wisata daerah, influencer, komunitas tertentu, dan lainnya. Selama proses uji coba, mereka akan memberikan umpan balik dan saran yang berharga mengenai pengalaman yang didapat. Dengan begitu, masyarakat dapat mengidentifikasi kekuatan dan kelemahan dari produk yang ditawarkan, serta melakukan perbaikan sebelum produk tersebut dipromosikan.

Tahap pengembangan desa wisata
Wisatawan asal Wakatobi menyewa pakaian adat yang menjadi paket wisata dari Desa Wisata Liya Togo di Kabupaten Wakatobi. (Dokumentasi: Istimewa, 2023).

9. Tahap pemasaran dan promosi

Tahap pengembangan desa wisata selanjutnya adalah pemasaran dan promosi. Untuk menarik wisatawan, desa wisata perlu melakukan promosi dan pemasaran secara efektif. Pokdarwis bersama masyarakat dapat menggunakan berbagai media, seperti website, media sosial, brosur, mengikuti pameran, dan kerja sama dengan agen perjalanan (travel agent).

Baca juga: Strategi Pemasaran Desa Wisata Rintisan

10. Tahap monitoring dan evaluasi

Pemantauan dan evaluasi secara berkala terhadap perkembangan desa wisata adalah proses terpenting dalam pengembangan desa wisata, baik di masa rintisan maupun berkembang. Proses ini ditujukan untuk mengevaluasi keberhasilan program, mengidentifikasi masalah yang muncul, melakukan perbaikan, dan melahirkan inovasi baru.

Inovasi produk dan paket wisata menjadi kunci dalam memperkaya pengalaman wisatawan dan meningkatkan daya saing desa wisata. Salah satu bentuk inovasi produk di desa wisata adalah pengembangan atraksi baru yang menggabungkan potensi budaya, alam, dan kreativitas lokal. Misalnya, paket workshop pembuatan handycraft, paket gastronomi, atau kegiatan yang mengusung konsep ekowisata dengan melibatkan partisipasi wisatawan dalam aktivitas pelestarian lingkungan.

Referensi:

  • Inskeep, E. 1991. Tourism Planning, and Integrated and Sustainable Development Approach. New York: Van Nostrand Reinhold.
  • Nuryanti, W. 1993. Concept, Perspective and Challenges. Makalah bagian dari Laporan Koferensi Internasional mengenai Pariwisata Budaya. Yogyakarta: Gadjah Mada University Press.
  • Suansri, Pontjana. 2003. Community Based Tourism Hand Book. Rest Project World Tourism Organization.
Previous Post
Newer Post

Leave A Comment