Ekonomi sirkular di pariwisata

Selain sebagai industri yang banyak mendapat perhatian dari banyak pihak, pariwisata diakui memiliki kemampuan dalam mendorong transformasi ekonomi melalui multiplier-effect (Vargaz-Sanchez, 2021). Namun, di balik pertumbuhan positifnya, pariwisata juga membawa beberapa ancaman.

Misalnya saja, erosi tanah, peningkatan polusi dan limbah, hilangnya habitat alami, tekanan pada spesies yang terancam punah, dan ancaman lainnya. Lebih dari itu, sumber daya air juga terancam, sehingga memicu persaingan dengan produk lokal untuk mendapatkan sumber daya kritis (Sunlu, 2003).

Untuk meminimalisir dampak yang tidak diinginkan, pemerintah telah mendorong agenda pariwisata berkelanjutan (sustainable tourism) sebagai langkah mitigasinya. Sebagai tantangannya, agenda ini perlu mendapatkan dorongan dari berbagai stakeholder agar dapat terimplementasi dengan baik.

Untuk itu, perlu dipastikan kembali, apakah isu keberlanjutan (sustainable) hanya menjadi materi kampanye dan topik diskusi di meja rapat? Atau benar-benar menjadi komitmen seluruh elemen masyarakat untuk melakukan perubahan yang signifikan?

Lantas, bagaimana kita memberi jaminan bahwa industri pariwisata tidak hanya menguntungkan secara ekonomi, tetapi juga berkontribusi positif terhadap lingkungan dan masyarakat setempat? Dari permasalahan ini, prinsip ekonomi sirkular hadir menjadi solusi untuk mendorong transformasi industri pariwisata berkelanjutan.

Apa itu ekonomi sirkular?

Prinsip ekonomi sirkular berkembang sebagai respon atas tantangan akan masalah lingkungan global yang makin menekan keberlanjutan dari kegiatan produksi dan konsumsi. Berbeda dengan istilah keberlanjutan yang umum digunakan, seperti green growth atau sustainable development, ekonomi sirkular hadir dengan menawarkan solusi yang lebih radikal dan komprehensif (Manniche, et al., 2017).

Implementasi model ekonomi sirkular dalam sektor pariwisata diharapkan tidak hanya meningkatkan dampak positif terhadap lingkungan, tetapi berpotensi untuk mengurangi biaya operasional, meningkatkan pendapatan, dan mendukung penciptaan lapangan kerja lokal (Zorpas et al., 2021).

Lalu, bagaimana penerapan konsep ekonomi sirkular dalam menangani tantangan lingkungan dan menghasilkan pertumbuhan ekonomi yang siginifikan?

Lebih dari sekadar mengadopsi ‘green’ technology atau praktik ‘keberlanjutan’, ekonomi sirkular berupaya mendorong adopsi model bisnis dan pola konsumsi yang mempromosikan restorasi, regenerasi, dan penggunaan kembali sumber daya. Ekonomi sirkular juga menempatkan ‘pengguna’ sebagai aktor yang memiliki peran aktif sehingga membuka jalan untuk perubahan dengan melibatkan seluruh elemen masyarakat.

Dengan demikian, ekonomi sirkular adalah konsep ekonomi yang bertujuan untuk mengurangi pemborosan sumber daya alam dengan mempromosikan penggunaan yang lebih efisien dan berkelanjutan. Dalam ekonomi sirkular, prinsip utamanya adalah untuk meminimalkan limbah, memperpanjang umur pakai produk, dan mendaur ulang material sehingga siklus hidup suatu produk dapat diperpanjang semaksimal mungkin.

Bagaimana kedudukan ekonomi sirkular dalam industri pariwisata saat ini?

Terlepas dari rasa optimis terhadap pertumbuhan sektor pariwisata, nyatanya sejauh ini pariwisata masih belum mendapat sorotan signifikan sebagai sektor yang memiliki potensi untuk melakukan inisiasi praktik ekonomi sirkular (Manniche, et al., 2017).

Meskipun banyak pihak telah menyumbangkan gagasan untuk menerapkan konsep-konsep keberlanjutan, pendekatan yang memiliki fokus pada praktik product life-cycling dalam pengelolaan sumber daya masih jarang diterapkan secara menyeluruh.

Lantas, mengapa sektor pariwisata belum diperhatikan sebagai upaya penerapan prinsip-prinsip ekonomi sirkular? Apakah karena kompleksitas stakeholder dan interaksinya yang membuat implementasi konsep-konsep baru menjadi sulit? Ataukah ada faktor lain seperti kurangnya pemahaman akan potensi ekonomi sirkular dalam meningkatkan kinerja keberlanjutan dan profitabilitas dalam industri pariwisata?

Baca juga: Pentingnya Manajemen Risiko dan Mititasi Bencana di Destinasi Wisata

Berbagai tantangan tersebut menjadikan sektor pariwisata masih harus menempuh jalan panjang untuk menjadi salah satu inisiator dalam praktik ekonomi sirkular. Meski demikian, di tengah ketidakpastian ini, sektor pariwisata masih memiliki potensi besar untuk mengadopsi praktik ekonomi sirkular.

Pemahaman bahwa sektor pariwisata memiliki potensi tersebut telah memberikan gambaran terkait urgensi transformasi kinerja keberlanjutan melalui ekonomi sirkular. Lalu, apa saja indikator yang perlu diperhatikan untuk menganalisis peluang adopsi praktik ekonomi sirkular dalam bisnis pariwisata?

Dimensi Temporal

Dimensi ini mengacu pada waktu kapan inovasi dapat diakses oleh pelaku bisnis pariwisata. Ada dua skenario yang perlu dipertimbangkan di dalam dimensi ini, yaitu:

  1. Inovasi jangka pendek

Mencakup solusi yang dapat diimplementasikan secara langsung oleh pelaku bisnis tanpa perlu menunggu perkembangan teknologi atau perubahan kebijakan yang signifikan. Misalnya saja, penggunaan kembali limbah atau pengoptimalan penggunaan sumber daya yang sudah ada.

  1. Inovasi jangka panjang

Mencakup solusi yang memerlukan pengembangan teknologi atau kebijakan baru yang saat ini belum tersedia. Pelaku bisnis mungkin perlu menunggu atau berkolaborasi dengan pihak lain untuk mengakses solusi ini. Misalnya saja, penggunaan teknologi terbarukan atau pengembangan siklus nilai baru.

Dimensi Skala

Dimensi ini mengacu pada seberapa luas jangkauan inovasi tersebut. Ada tiga elemen yang perlu dipertimbangkan di dalam dimensi ini, di antaranya adalah sebagai berikut.

  1. Implementasi internal perusahaan

Solusi yang dapat diimplementasikan secara mandiri oleh pelaku bisnis dalam operasi mereka sendiri. Contohnya adalah perubahan dalam praktik manajemen limbah atau pengoptimalan penggunaan energi.

  1. Bergantung pada pemasok

Solusi yang memerlukan keterlibatan pemasok atau mitra bisnis dalam rantai nilai. Contohnya adalah penggunaan bahan baku yang lebih ramah lingkungan dari pemasok.

  1. Bergantung pada inovasi eksternal

Solusi yang memerlukan adopsi teknologi atau praktik baru yang mungkin tidak tersedia di sektor pariwisata. Contohnya adalah penggunaan energi terbarukan dalam infrastruktur kota atau pengembangan sistem pengolahan limbah yang lebih efisien.

Dengan memahami indikator yang digunakan dalam menganalisis peluang adopsi ekonomi sirkular di sektor pariwisata, integrasi praktik ini akan lebih memiliki landasan yang kuat dan terarah. Untuk itu, diperlukan adanya kerja sama lintas sektor (sinergis) dan inisiatif dalam melakukan percepatan transformasi ini. Dengan demikian, kita dapat memenuhi agenda sustainability 2.0 untuk mencapai transformasi sektor pariwisata yang lebih berkelanjutan.

Referensi:

  • Manniche, J., Larsen, K. T., Broegaard, R. B., & Holland, E. (2017). Destination: A circular tourism economy A handbook for transitioning toward a circular economy within the tourism and hospitality sectors in the South Baltic Region. Centre for Regional & Tourism Research (CRT).
  • Sunlu, U. (2003). Environmental impacts of tourism. Dalam D. Camarda & L. Grassini (Eds.), Local resources and global trades: Environments and agriculture in the Mediterranean region (hal. 263-270). CIHEAM.
  • Vargas-Sánchez, A. (2021). The new face of the tourism industry under a circular economy. Journal of Tourism Futures, 7(2), 203–208.

Previous Post
Newer Post

Leave A Comment