Tidak dapat dipungkiri, masyarakat lokal memegang peranan penting dalam pembangunan pariwisata. Hal ini karena masyarakat adalah pemilik sumber daya alam dan budaya yang menjadi bagian daya tarik ataupun atraksi wisata. Dalam praktiknya, masyarakat lokal dapat menjadi informan yang akan memberi pengalaman berharga bagi pengunjung ataupun wisatawan.
Di samping itu, keberhasilan pengembangan pariwisata sangat bergantung pada partisipasi dan dukungan dari masyarakat lokal. Tanpa dukungan masyarakat, pengembangan pariwisata berpotensi mendapatkan tantangan dan permasalahan. Misalnya saja, resistensi terhadap perubahan, ketidakharmonisan dengan pemerintah lokal, bahkan konflik sosial.
Sumber daya alam menjadi aset penting yang perlu dijaga keberlansungannya sebagai aset bisnis. Namun, partisipasi masyarakat lokal harus diakui dan dihargai sebagai modal utama dalam pembangunan pariwisata yang berkelanjutan. Dengan begitu, pembangunan pariwisata harus menempatkan masyarakat lokal menjadi bagian dari proses perencanaan dan pengambilan keputusan kegiatan kepariwisataan. Di sisi lain, meski masyarakat ditempatkan sebagai aktor utama, keberhasilan pengembangan pariwisata memerlukan kolaborasi dan kemitraan yang kuat antarpemangku kepentingan.
Pengertian CBT (Community Based Tourism)
Mungkin Anda bertanya-tanya, apa yang dimaksud CBT atau community based tourism? Untuk mendapatkan gambarannya secara teoretis, silakan simak beberapa penjelasan berikut ini.
Suansri (2003:14), mendefinisikan CBT atau community based tourism sebagai pariwisata yang memperhitungkan aspek keberlanjutan lingkungan, sosial, dan budaya. CBT juga menjadi alat bagi pembangunan komunitas dan konservasi lingkungan atau dengan kata lain CBT merupakan alat bagi pembangunan pariwisata berkelanjutan.
Sementara menurut World Tourism Organization (UNWTO), community based tourism atau pariwisata berbasis masyarakat didefinisikan sebagai suatu bentuk pariwisata berkelanjutan yang menekankan pada partisipasi aktif masyarakat lokal dalam pengelolaan dan pengambilan keputusan tentang kebijakan pariwisata dan penggunaan sumber daya lokal sehingga memberikan manfaat yang lebih merata bagi masyarakat lokal dan mempromosikan pemahaman saling menguntungkan antara wisatawan dan masyarakat setempat.
Dalam praktiknya di lapangan, CBT atau pariwisata berbasis masyarakat biasanya dikelola oleh komunitas lokal sehingga dampak ekonomi dan sosialnya dapat langsung dirasakan. Jenis komunitas lokal ini pun beragam. Ada yang berbentuk Kelompok Sadar Wisata (Pokdarwis), kelompok usaha masyarakat atau pengelola wisata, komunitas, karang taruna, dan lainnya. Bahkan, ada pula yang pengelolaannya di bawah badan usaha milik desa (BUMDesa) dan koperasi.
CBT juga memberikan kesempatan kepada masyarakat lokal untuk memeroleh nilai tambah dan meningkatkan keterampilan dalam bidang yang berhubungan dengan pariwisata. Bisa dalam pengelolaan akomodasi seperti homestay, kegiatan wisata seperti pemandu, atau pengembangan produk lokal seperti kerajinan/suvenir. Selain itu, pendekatan CBT juga dapat membantu pemerintah dan masyarakat untuk melestarikan aset alam dan budaya, serta meningkatkan kesadaran mengenai isu lingkungan dan sosial.
Prinsip Community Based Tourism
Salah satu tolok ukur keberhasilan praktik pariwisata berbasis masyarakat di destinasi wisata juga dapat diukur melalui ASEAN CBT Standard. Standardisasi ini disusun untuk mengatur dan mempromosikan pariwisata berbasis masyarakat di kawasan ASEAN, termasuk Indonesia.
Beberapa prinsip pariwisata berbasis masyarakat adalah sebagai berikut:
- Pelibatan masyarakat
Menekankan pentingnya keterlibatan masyarakat lokal dalam pengembangan, pengelolaan, dan pengambilan keputusan terkait pembangunan pariwisata. Pelibatan masyarakat juga ditujukan agar pengelolaan dapat berjalan secara transparan. - Mendorong penggunaan pemasok setempat
Menekankan pentingnya penggunaan bahan-bahan lokal yang didapat langsung dari kawasan destinasi ataupun daerah sekitarnya. - Kolaborasi antarpihak dan memeroleh pengakuan dari otoritas terkait
Membangun kerja sama dengan pihak-pihak (stakeholder) terkait sangatlah penting. Dalam hal ini, kita mengenal dengan konsep pentaheliks yang terdiri dari unsur pemerintah, bisnis/swasta, media, akademisi, dan komunitas. Sementara pengakuan dari otoritas terkait dapat dibuktikan dengan adanya legalitas atau SK di level pemerintah desa ataupun kabupaten/kota. - Kelestarian lingkungan
Menekankan pentingnya menjaga kelestarian lingkungan dan sumber daya alam selama pengembangan dan pengelolaan pariwisata berbasis masyarakat. - Pelestarian budaya
Menekankan pentingnya menjaga kelestarian budaya dan warisan budaya setempat selama pengembangan dan pengelolaan pariwisata berbasis masyarakat. - Manfaat bagi masyarakat lokal
Menekankan pentingnya memberikan manfaat ekonomi dan sosial yang merata bagi masyarakat lokal. Prinsip ini juga menekankan penerapan mekanisme pembagian keuntungan yang adil dan transparan. Di samping itu, CBT digunakan sebagai alat untuk mempromosikan kesetaraan gender dan hak asasi manusia. - Keselamatan dan kesehatan
Memastikan keselamatan dan kesehatan wisatawan dan masyarakat lokal selama pengembangan dan pengelolaan pariwisata berbasis masyarakat. - Kualitas dan kepuasan
Menekankan pentingnya memberikan pengalaman wisata yang berkualitas bagi wisatawan, serta memastikan kepuasan wisatawan dan masyarakat lokal. - Bertujuan agar dapat mandiri secara finansial
Adanya pengembangan pariwisata dengan konsep CBT diarahkan untuk memberikan nilai tambah sehingga masyarakat dan destinasi dapat mandiri secara finansial. Di samping itu, diharapkan destinasi dapat membuat perencanaan jangka panjang yang akan diturunkan dari generasi ke generasi berdasarkan sumber daya/aset yang dimiliki.
Tujuan CBT (Community Based Tourism) atau pariwisata berbasis masyarakat
Nah, mengapa pembangunan pariwisata perlu melibatkan masyarakat? Pelibatan masyarakat melalui pendekatan CBT tentunya dapat memberikan banyak dampak positif yang bisa langsung dirasakan oleh masyarakat selaku tuan rumah dan pengunjung (wisatawan). Dalam CBT, wisatawan diberikan kesempatan untuk berinteraksi dengan masyarakat setempat dengan cara mengenal kebudayaan, tradisi, serta pembelajaran kehidupan sehari-hari mereka.
Jika konsep CBT atau pariwisata berbasis masyarakat dapat berjalan dengan maksimal, terdapat beberapa tujuan yang dapat tercapai, seperti:
- Meningkatkan partisipasi masyarakat
Konsep CBT hadir guna memberikan kesempatan kepada masyarakat lokal untuk terlibat dalam pengelolaan pariwisata. - Meningkatkan kesejahteraan masyarakat lokal
Pendekatan CBT hadir untuk memberikan manfaat ekonomi dan sosial kepada masyarakat lokal karena mereka akan dilibatkan secara langsung dalam pengelolaan kepariwisataan. Manfaat ekonomi yang dapat dirasakan langsung misalnya saja peningkatan pendapatan, kesempatan kerja, dan pengembangan keterampilan. - Mempromosikan pelestarian lingkungan dan budaya
Konsep CBT menjadi alat untuk mempromosikan pariwisata yang bertanggung jawab dan berkelanjutan karena masyarakat dan wisatawan akan ikut serta dalam pelestarian lingkungan dan budaya. - Meningkatkan kesadaran dan pemahaman wisatawan
Tidak dapat dipungkiri, praktik CBT dapat memberikan kesempatan kepada wisatawan untuk belajar tentang budaya dan kehidupan sehari-hari di destinasi.
Dengan begitu, CBT dapat menjadi alat penting dalam pembangunan pariwisata yang memiliki fungsi meningkatkan kesejahteraan, meningkatkan partisipasi masyarakat lokal, mempromosikan kelestarian lingkungan dan budaya, dan memberikan pengalaman wisata yang berkualitas.
Praktik pariwisata berbasis masyarakat atau CBT di destinasi pariwisata
Belum lama ini, tepatnya di tahun 2023, beberapa desa wisata di Indonesia mendapatkan penghargaan dalam ajang The 3rd ASEAN Community Based Tourism Award 2023-2025. Beberapa di antaranya adalah Desa Wisata Wae Rebo (NTT), Desa Wisata Pentingsari (Yogyakarta), Desa Wisata Silokek (Sumatra Barat), Desa Wisata Tamansari (Jawa Timur), dan Desa Wisata Pemuteran (Bali).
Mari kita ambil satu contoh dari desa wisata inspiratif di atas, yakni praktik CBT di Desa Wisata Pentingsari yang berada di Kecamatan Cangkringan, Kabupaten Sleman, Yogyakarta. Mengangkat tema “Desa Wisata Alam, Budaya, dan Pertanian yang Berwawasan Lingkungan”, desa wisata ini sudah dirintis sejak 2008 oleh masyarakat lokal.
Sekilas, tak ada yang menarik dari Dusun Pentingsari. Potensi utamanya adalah kehidupan sehari-sehari masyarakat yang berprofesi sebagai petani. Di desa ini, wisatawan akan belajar mengenal tradisi dan nilai-nilai masyarakat perdesaan. Tak heran, target pasarnya adalah wisatawan yang tinggal di kota-kota besar dan jauh dari perdesaan. Nah, apa saja peran masyarakat dalam pengembangan pariwisata?
Dalam kasus ini, kami mengambil contoh paket live in. Paket wisata ini menawarkan atraksi berupa belajar kesenian karawitan (gamelan), membuat wayang dari rumput, dan praktik bertani. Tak ada yang istimewa dari paket wisata yang ditawarkan. Namun, semua didesain dengan melihat aset alam dan budaya yang dimiliki. Masyarakatnya pun terlibat aktif dalam memberikan pelayanan dan menjaga lingkungan perdesaan agar tetap asri supaya wisatawan nyaman tinggal berlama-lama.
Paket wisata live in Desa Wisata Pentingsari juga menawarkan akomodasi penginapan berupa homestay. Paket wisata ini mengajak wisatawan untuk tinggal di rumah masyarakat lokal dan belajar tentang kehidupan masyarakat secara langsung. Adanya program pengembangan homestay ini tentunya memberi kesempatan bagi wisatawan untuk mendapatkan pengalaman yang lebih autentik dan berkualitas.
Dari praktik CBT tersebut, Desa Wisata Pentingsari merupakan contoh pengembangan pariwisata berbasis masyarakat yang sukses. Pengembangan pariwisata di Dusun Pentingsari telah memberikan manfaat ekonomi dan sosial bagi masyarakat setempat. Misalnya saja, peningkatkan pendapatan, terciptanya lapangan kerja baru, dan peningkatan kualitas hidup masyarakat.
Berkat konsistensi dan komitmen bersama dalam membangun pariwisata berbasis masyarakat yang berkelanjutan, Desa Wisata Pentingsari juga mendapat beberapa penghargaan. Sebut saja penghargaan dalam ajang Indonesia Sustainable Tourism Award (ISTA) kategori ekonomi pada tahun 2017 dan 100 Top Destinasi Wisata Berkelanjutan di Dunia versi Global Green Destinations Days pada 2019.
Referensi:
- Suansri, Potjana. (2003). Community Based Tourism Handbook. Thailand : REST Project