Praktik Ekowisata

Seiring dengan masalah krisis lingkungan yang makin mendapat perhatian, ekowisata hadir sebagai salah satu bentuk usaha konservasi lingkungan. Ekowisata merupakan bentuk pariwisata yang bertujuan untuk melestarikan alam dan lingkungan, sembari mempromosikan pemahaman dan kesadaran tentang pentingnya konservasi sumber daya alam.

Istilah “ekowisata” sendiri merupakan gabungan dari kata “eko” yang merujuk pada ekologi atau lingkungan, dan “wisata” yang berarti perjalanan atau kunjungan. Namun, realita di lapangan, praktik ekowisata seringkali tidak sejalan dengan klaim optimis tersebut.

Penyediaan ruang infrastruktur ekowisata terkadang menjadi penyebab atas terjadinya destruksi sumber daya lokal. Dampak lain yang signifikan adalah degradasi fitur alamiah, seperti erosi tanah dan kerusakan vegetasi akibat dari jalur-jalur yang digunakan secara terus-menerus oleh para pengunjung. Masalah serius lainnya adalah risiko beberapa area menjadi terlalu padat karena kunjungan wisata yang berlebihan yang dapat mengakibatkan kerusakan lingkungan dan hilangnya daya tarik alamiah yang unik. 

Hal ini juga diperburuk oleh pihak pengelola yang  tidak memainkan peran yang signifikan dalam memberi informasi kepada pengunjung tentang pengetahuan mengenai sumber daya hutan dan satwa liar. Dalam konteks ini, “memberi informasi” dapat merujuk pada penyampaian pengetahuan tentang pentingnya konservasi, perlindungan lingkungan, dan pentingnya melestarikan satwa liar kepada komunitas lokal di sekitar destinasi ekowisata. 

Di sisi lain, peran pengelola dalam membangun kapasitas secara umum masih terbilang minim. “Membangun kapasitas” mengacu pada upaya untuk meningkatkan keterampilan, pengetahuan, dan kesadaran komunitas terkait dengan upaya konservasi dan pengelolaan sumber daya alam.

Terdapat beberapa kemungkinan yang menjadi penyebab peran pengelola dalam hal ini menjadi terbatas. Salah satunya terkait fokus utama pengelola pariwisata yang berpusat pada operasi bisnis sehingga mereka berfokus pada penyediaan layanan kepada wisatawan dan mempromosikan destinasi. Hal ini didukung dengan anggapan bahwa upaya untuk memberikan informasi atau melakukan kegiatan pembangunan kapasitas dianggap di luar ruang lingkup utama operasi mereka.

Selain itu, terdapat juga keterbatasan sumber daya, baik dalam hal waktu maupun keuangan. Hal ini tentunya dapat menyebabkan pengelola ekowisata tidak mampu untuk melaksanakan program-program pembangunan kapasitas bagi komunitas lokal. Akses kemitraan yang terbatas, dukungan dari stakeholder lokal yang kurang harmonis, mungkin saja menjadi kendalanya. Hal ini membuat pengelola lebih fokus pada aspek-aspek operasional yang dapat memberikan hasil finansial yang lebih cepat atau yang lebih mudah diukur.

Mengacu pada permasalahan di atas, perlu dilakukan kolaborasi yang masih di antara unsur pentaheliks (akademisi, pelaku usaha, media, pemerintah, dan komunitas/masyarakat). Kolaborasi ini perlu dibangun untuk memastikan keberhasilan upaya konservasi dan keberlanjutan destinasi ekowisata. Pengelola destinasi juga perlu mengambil peran yang lebih proaktif dalam menyediakan pendidikan dan informasi kepada komunitas lokal tentang pentingnya konservasi ekologi.

Baca juga: Pembangunan Pariwisata Berkelanjutan: Inilah Tantangannya!

Hal tersebut dapat dilakukan melalui program-program edukasi, workshop, dan kampanye kesadaran lingkungan yang diselenggarakan secara rutin. Selain itu, pengelola juga dapat berkontribusi dalam membangun kapasitas masyarakat lokal dengan menyediakan pelatihan dan pendidikan untuk meningkatkan keterampilan dan pengetahuan terkait konservasi dan pengelolaan sumber daya alam.

Kolaborasi aktif antara semua pemangku kepentingan ini akan membantu memastikan bahwa praktik ekowisata tidak hanya memberikan manfaat ekonomi bagi semua pihak yang terlibat. Namun, juga berkontribusi terhadap pelestarian alam dan keberlanjutan jangka panjang destinasi ekowisata tersebut.

Referensi

  • Stem, C. J., Lassoie, J. P., Lee, D. R., & Deshler, D. J. (2003). How’eco’is ecotourism? A comparative case study of ecotourism in Costa Rica. Journal of sustainable tourism, 11(4), 322-347.
  • Wall, G. (1997). Is ecotourism sustainable?. Environmental management, 21(4), 483-491.
  • Zambrano, A. M. A., Broadbent, E. N., & Durham, W. H. (2010). Social and environmental effects of ecotourism in the Osa Peninsula of Costa Rica: the Lapa Rios case. Journal of Ecotourism, 9(1), 62-83.
Previous Post
Newer Post

Leave A Comment