Berdasarkan data yang dirilis World Economic Forum pada Mei 2022 dalam laporan berjudul Travel and Tourism Competitiveness Index (TTCI), disebutkan bahwa Indonesia menduduki peringkat ke-32 dari 117 negara. Dalam laporan tersebut, Indonesia mendapatkan skor tertinggi pada aspek keanekaragaman budaya dan sumber daya alam. Namun, sangat lemah pada aspek infrastruktur, fasilitas, dan keberlanjutan lingkungan.
Untuk dapat meningkatkan posisi dan memperbaiki beberapa ketertinggalan di atas, Rencana Induk Pembangunan Kepariwisataan menjadi salah satu instrumen yang cukup penting untuk dimiliki pemerintah. Adanya Rencana Induk Pembangunan Kepariwisataan tentunya akan mengarahkan dan memperkuat pengembangan sektor pariwisata di Indonesia secara berkelanjutan, baik di tingkat nasional, provinsi, maupun daerah kabupaten/kota.
Apa itu RIPPDA?
Pada dasarnya, penyelenggaraan penyusunan dokumen RIPPDA telah diatur dalam Undang-Undang Nomor 10 Tahun 2009 tentang Kepariwisataan. UU Kepariwisataan tersebut menjelaskan bahwa pembangunan kepariwisataan nasional diselenggarakan berdasarkan Rencana Induk Pembangunan Kepariwisataan yang meliputi 4 (empat) aspek perencanaan pembangunan, yakni (1) industri pariwisata, (2) destinasi pariwisata, (3) pemasaran pariwisata, dan (4) kelembagaan pariwisata.
Adapun dokumen Rencana Induk Pembangunan Kepariwisataan yang diatur dalam UU Kepariwisataan di antaranya adalah:
- Rencana Induk Pembangunan Kepariwisataan Nasional (RIPPARNAS).
- Rencana Induk Pembangunan Kepariwisataan Provinsi (RIPPAR-PROV).
- Rencana Induk Pembangunan Kepariwisataan Kabupaten/Kota (RIPPAR-KAB/KOTA). Beberapa daerah juga menyebutnya sebagai RIPPARDA (Rencana Induk Pembangunan Kepariwisataan Daerah).
Lantas, apa yang dimaksud dengan RIPPARDA?
Rencana Induk Pembangunan Pariwisata Daerah (RIPPDA atau RIPPARDA) adalah suatu dokumen perencanaan strategis yang dibuat oleh pemerintah daerah dalam rangka mengembangkan sektor pariwisata di wilayahnya. Dokumen perencanaan ini biasanya berisi beberapa bab yang membahas mengenai visi, misi, tujuan, isu strategis, gambaran potensi, dan strategi pengembangan pariwisata yang akan dilakukan dalam jangka waktu tertentu (5-10 tahun).
Dokumen RIPPDA penting untuk dimiliki setiap pemerintah daerah guna membantu memperkuat daya saing pariwisata di wilayahnya. Di samping itu, terdapat beberapa tujuan dan fungsi dari Rencana Induk Pembangunan Pariwisata Daerah (RIPPDA), yakni:
- Sebagai acuan dalam pengambilan keputusan dan membuat kebijakan di sektor pariwisata
Dokumen RIPPDA dapat menjadi acuan bagi pemerintah daerah dalam mengambil keputusan strategis terkait pengembangan sektor pariwisata, baik dalam hal alokasi anggaran, investasi, maupun penerbitan kebijakan terkait pariwisata. - Sebagai acuan bagi pelaku usaha
Selain digunakan oleh pemerintah daerah, dokumen RIPPDA dapat menjadi acuan bagi pelaku usaha di sektor pariwisata dalam mengembangkan bisnisnya. Dengan begitu, setiap pelaku usaha dapat mengembangkan produk wisata sesuai dengan visi dan misi pengembangan pariwisata daerah. - Sebagai acuan dalam alokasi anggaran dan investasi
Tidak dapat dipungkiri, jika RIPPDA telah disahkan menjadi Peraturan Daerah, dokumen tersebut dapat menjadi acuan bagi pemerintah daerah dalam mengatur alokasi anggaran dan investasi untuk pengembangan pariwisata di daerah. Dengan adanya dokumen RIPPDA, maka penggunaan anggaran dan investasi yang dilakukan oleh pemerintah daerah akan lebih efektif dan efisien. - Mendorong pengembangan sektor pariwisata yang berkelanjutan
Dokumen RIPPDA tentunya dapat didesain untuk mendorong pengembangan sektor pariwisata yang berkelanjutan. Artinya, pariwisata di daerah tersebut dapat dikembangkan dengan memperhatikan aspek ekonomi, sosial, dan lingkungan agar memberikan manfaat yang lebih besar bagi masyarakat dan lingkungan sekitar. - Menarik minat investor dan pelaku usaha
Adanya dokumen RIPPDA berpotensi dapat menarik minat investor dan pelaku usaha di sektor pariwisata. Hal ini karena RIPPDA dapat memberikan gambaran yang jelas dan konkret tentang arah ataupun konsep pengembangan pariwisata di wilayah tersebut. - Memperkuat daya saing pariwisata daerah
RIPPDA dapat memperkuat daya saing pariwisata daerah sehingga akan meningkatkan jumlah kedatangan, lama tinggal, dan belanja wisatawan yang berkunjung ke daerah tersebut. Hal ini tentunya dapat membawa dampak positif bagi pertumbuhan ekonomi daerah dan kesejahteraan masyarakat setempat. - Sebagai sarana koordinasi
Dokumen RIPPDA disusun untuk memetakan benang kolaborasi antar pemangku kepentingan. Dengan begitu, RIPPDA dapat menjadi sarana koordinasi antara pemerintah daerah, pelaku usaha, dan masyarakat dalam mengembangkan sektor pariwisata sehingga tercipta sinergi dalam pengembangan pariwisata di daerah. - Kebutuhan penganggaran di tingkat provinsi dan pusat
Adanya dokumen RIPPDA akan memudahkan pemerintah daerah dalam mengajukan rencana pembangunan pariwisata ke pihak-pihak terkait, seperti pemerintah di level pusat ataupun provinsi, lembaga keuangan, bahkan lembaga donor.
Jangka waktu berlakunya dokumen RIPPDA
Dalam Pasal 8 UU Nomor 10 Tahun 2009 tentang Kepariwisataan, disebutkan bahwa Rencana Induk Pembangunan Kepariwisataan merupakan bagian integral dari Rencana Pembangunan Jangka Panjang Nasional (RPJPN). Dengan begitu, jangka waktu perencanaan RIPPDA atau RIPPARKAB/Kota juga menyesuaikan periode waktu Rencana Pembangunan Jangka Panjang Daerah kabupaten/kota.
Lantas, kapan harus melakukan review dokumen RIPPDA?
Secara umum, review RIPPDA dapat dilakukan setiap 3–5 tahun sekali. Namun, terdapat beberapa kondisi yang bisa membuat proses review RIPPDA dapat dilakukan lebih cepat, seperti:
- Perubahan kondisi dan preferensi wisatawan
Misalnya adanya potensi destinasi baru atau terjadi perubahan dalam preferensi wisatawan. Dengan begitu, dokumen RIPPDA yang ada perlu di-review guna memperbarui strategi pengembangan pariwisata yang sesuai dengan kondisi terkini. - Perubahan kondisi sosial dan ekonomi
Misalnya adanya perubahan dalam struktur ekonomi atau terjadi perubahan dalam kondisi sosial masyarakat. - Perubahan kebijakan nasional dan daerah
Hal yang memungkinkan RIPPDA perlu dikaji ulang adalah adanya perubahan kebijakan nasional atau daerah yang berpengaruh pada pengembangan pariwisata. Dengan begitu, tujuan review RIPPDA adalah untuk memperbarui strategi pengembangan pariwisata yang sesuai dengan kebijakan terbaru.
Langkah penyusunan dokumen RIPPDA
Format penyusunan dokumen RIPPDA telah diatur dalam Permen Pariwisata RI Nomor 10 Tahun 2016 tentang Pedoman Penyusunan Rencana Induk Pembangunan Kepariwisataan Provinsi dan Kabupaten/Kota. Namun, secara umum, terdapat beberapa langkah yang bisa diambil konsultan pariwisata ataupun konsultan RIPPDA dalam menyusun dokumen tersebut, seperti:
- Identifikasi potensi pariwisata daerah
Dengan melakukan penelitian untuk mengidentifikasi potensi pariwisata di daerah, termasuk kekayaan alam, budaya, kuliner, serta infrastruktur pariwisata yang sudah ada. - Analisis SWOT
Setelah identifikasi dilakukan, penyusun atau pemerintah daerah dapat membuat analisis SWOT. Tujuannya adalah untuk mengevaluasi kekuatan, kelemahan, peluang, dan tantangan dalam pengembangan pariwisata di daerah. - Menetapkan visi dan misi
Dokumen RIPPDA haruslah memuat visi dan misi pengembangan pariwisata daerah, serta tujuan dan sasaran jangka pendek dan jangka panjang yang ingin dicapai. - Menetapkan strategi pengembangan
Strategi pengembangan pariwisata dapat disesuaikan dengan tren, potensi, serta yang tak kalah pentingnya adalah melihat langsung visi-misi daerah. Misalnya saja, strategi pengembangan destinasi wisata, infrastruktur pariwisata, pengembangan produk wisata, pemasaran, dan pengembangan sumber daya manusia. - Menetapkan prioritas
Langkah selanjutnya adalah membuat atau menetapkan prioritas dalam pengembangan pariwisata daerah, termasuk menetapkan kawasan serta program-program yang harus diutamakan. Adapun kawasan-kawasan ini juga telah diatur dalam Permen Pariwisata Nomor 10 Tahun 2016 yang terdiri dari beberapa poin, seperti:- Strategi perwilayahan pariwisata kabupaten/kota yang memuat penetapan pusat pelayanan primer dan sekunder pariwisata kabupaten/kota.
- Penetapan Destinasi Pariwisata kabupaten/kota (DPK), Kawasan Pengembangan Pariwisata (KPP) kabupaten/kota, dan Kawasan Strategis Pariwisata (KSP) kabupaten/kota.
- Strategi pembangunan keterkaitan antar-KPP, antar-KSP, serta antara KPP dan KSP kabupaten/kota.
RIPPDA dan master plan, apakah sama?
Rencana Induk Pembangunan Pariwisata Daerah juga dikenal dengan istilah ITMP atau Integrated Tourism Master Plan. Kedua dokumen ini biasanya mencakup analisis kondisi/situasi pariwisata, tujuan dan sasaran pengembangan pariwisata, serta strategi dan rencana aksi untuk mencapai tujuan tersebut. Namun, penggunaan nama RIPPDA adalah yang paling umum digunakan karena biasanya akan diterjemahkan ke dalam naskah akademik untuk diteruskan menjadi peraturan daerah.